JAKARTA - Komitmen organisasi adalah landasan utama yang mendorong setiap individu dalam sebuah kelompok untuk berkontribusi secara konsisten demi tercapainya tujuan bersama.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita hampir selalu berinteraksi dengan berbagai bentuk organisasi mulai dari perusahaan, LSM, serikat pekerja, hingga lingkungan sosial seperti rukun tetangga.
Agar organisasi tersebut mampu berfungsi dengan baik dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, dibutuhkan kesungguhan dari para anggotanya.
Tanpa adanya rasa tanggung jawab dan keterlibatan yang kuat dari individu-individu di dalamnya, organisasi akan kesulitan untuk berkembang secara optimal.
Oleh karena itu, komitmen organisasi adalah kunci agar setiap langkah yang diambil sejalan dengan arah dan harapan bersama.
Komitmen Organisasi adalah
Komitmen organisasi adalah bentuk keterikatan yang timbul dalam diri seseorang untuk menjalankan tanggung jawab terhadap sesuatu yang ia anggap penting.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, komitmen didefinisikan sebagai sebuah kesanggupan atau ikatan untuk melakukan sesuatu.
Komitmen tercermin dari sikap keberpihakan atau rasa memiliki terhadap hal-hal seperti hubungan, janji, tugas, tanggung jawab, atau kegiatan tertentu.
Memiliki komitmen yang kuat menjadi elemen penting dalam membangun karakter seseorang.
Komitmen menjadi tolok ukur dalam menilai sejauh mana seseorang mampu menjaga konsistensinya, baik saat menghadapi kenyamanan maupun kesulitan, dalam situasi yang menyenangkan ataupun menantang.
Tanpa adanya komitmen, seseorang akan kesulitan untuk bertindak secara konsisten. Dalam lingkungan organisasi, individu dengan tingkat komitmen yang tinggi menjadi pondasi keberhasilan.
Makin besar komitmen anggota organisasi, makin besar pula peluang organisasi untuk mencapai hasil terbaik. Individu yang berkomitmen akan selalu menunjukkan usaha maksimal dan dedikasi terhadap tanggung jawab yang diemban.
Komitmen dalam konteks organisasi dapat dipahami sebagai perilaku yang mencerminkan keterikatan emosional dan loyalitas seseorang terhadap visi, misi, serta tujuan bersama.
Loyalitas ini tidak hadir begitu saja, melainkan terbentuk melalui kepercayaan, rasa memiliki, serta kesamaan harapan antara individu dan organisasi.
Karena itulah, anggota yang memiliki komitmen yang kuat akan merasa terpanggil untuk terus menjadi bagian dari organisasi.
Pengertian ini telah banyak dijelaskan oleh para ahli. Misalnya, Greenberg dan Baron dalam jurnal tahun 2003 menyebutkan bahwa komitmen organisasi mencerminkan sejauh mana seorang karyawan terlibat dalam organisasinya dan memiliki keinginan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi tersebut.
Sementara itu, Steers dan Porter menyatakan bahwa komitmen merupakan bentuk keterikatan seorang karyawan terhadap tujuan organisasi, termasuk keinginannya untuk menyesuaikan diri dengan arah yang dituju organisasi serta menjaga keanggotaannya demi mencapai tujuan bersama.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh McShane dan Von Glinow yang menekankan pentingnya motivasi dan keinginan untuk memenuhi ekspektasi meskipun dorongan eksternal mungkin tidak lagi ada.
Terakhir, Allen dan Meyer menjelaskan bahwa komitmen organisasi mencakup unsur kedekatan emosional, keterlibatan aktif, dan rasa memiliki terhadap organisasi.
Rasa keterikatan emosional ini menjadi dorongan kuat bagi anggota untuk tetap berada dalam struktur organisasi dan terus berkontribusi dalam operasionalnya.
Dimensi Komitmen Organisasi
Komitmen dalam sebuah organisasi terdiri dari beberapa aspek utama yang saling berbeda satu sama lain. Setiap dimensi tersebut memiliki makna dan penjabaran tersendiri.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai dimensi komitmen organisasi yang penting untuk dipahami.
1. Versi Allen dan Meyer
Allen dan Meyer mengelompokkan komitmen organisasi ke dalam tiga jenis dimensi utama, yaitu sebagai berikut:
a. Komitmen Afektif (Affective Commitment)
Jenis komitmen ini bersumber dari ikatan emosional yang terjalin antara individu dengan organisasi.
Anggota yang memiliki komitmen ini merasa bahwa nilai dan tujuan organisasi sejalan dengan prinsip pribadi mereka, sehingga timbul dorongan untuk terus berkontribusi dan bertahan di dalam organisasi.
Komitmen ini muncul karena rasa cinta dan kepedulian terhadap organisasi, bukan karena paksaan. Keinginan untuk tetap menjadi bagian organisasi berasal dari hati mereka sendiri.
b. Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment)
Komitmen ini didasari oleh pertimbangan untung dan rugi. Seseorang memutuskan bertahan dalam organisasi karena merasa akan kehilangan banyak hal jika meninggalkannya.
Faktor seperti penghasilan tetap, tunjangan, pengalaman, hingga waktu yang telah diinvestasikan menjadi pertimbangan penting.
Semakin lama seseorang terlibat, makin besar pula rasa keberatan untuk pergi karena berbagai bentuk kontribusi yang telah diberikan.
c. Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Jenis komitmen ini muncul karena adanya rasa tanggung jawab moral atau tekanan sosial.
Individu merasa harus tetap berada di dalam organisasi karena adanya harapan dari orang-orang di sekitarnya, seperti atasan, rekan kerja, atau keluarga.
Perasaan bersalah atau takut dianggap tidak setia jika keluar menjadi salah satu alasan utama. Mereka ingin menjaga citra dan tidak ingin mengecewakan pihak lain.
Secara umum, penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memiliki komitmen afektif cenderung bertahan karena kehendak pribadi, sedangkan yang memiliki komitmen berkelanjutan bertahan karena merasa perlu mempertahankan investasi yang telah diberikan.
Sementara itu, komitmen normatif lebih mengarah pada dorongan dari luar untuk tetap setia pada organisasi.
2. Versi Curtis dan Wright
Sementara itu, menurut pandangan Curtis dan Wright, komitmen organisasi dibagi menjadi tiga poin penting, yaitu:
-Adanya dorongan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi.
-Kepercayaan dan kesesuaian nilai pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi.
-Kesiapan untuk bekerja keras dan memberikan kontribusi terbaik demi mendukung kemajuan organisasi.
Manfaat Komitmen Organisasi
Komitmen yang kuat dalam sebuah organisasi membawa dampak positif bagi semua pihak yang terlibat. Baik individu sebagai anggota maupun organisasi tempat mereka bernaung akan merasakan manfaatnya. Beberapa di antaranya adalah:
-Setiap anggota menunjukkan dedikasi penuh dalam menjalankan tugasnya.
-Semangat untuk memberikan ide dan terobosan demi kemajuan organisasi semakin meningkat.
-Suasana kerja menjadi lebih hidup dan jauh dari kesan membosankan.
-Rasa kebersamaan dan kerja sama antar anggota maupun antar bagian semakin solid.
-Lingkungan kerja yang nyaman membuat para anggota merasa betah dan senang berada di dalamnya.
-Mereka tetap memberikan usaha terbaik meski dorongan atau motivasi dari luar tidak lagi hadir.
-Organisasi menjadi tempat yang menyenangkan dan selalu dirindukan oleh anggotanya.
Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Tingkat komitmen dalam suatu organisasi dapat bervariasi antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini muncul karena adanya sejumlah faktor yang memengaruhi.
Berikut ini adalah berbagai hal yang memengaruhi komitmen seseorang dalam sebuah organisasi.
1. Karakter Individu
Faktor individu mencakup dua jenis karakteristik utama, yakni demografis dan disposisional. Karakteristik demografis meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, latar etnis, serta lamanya seseorang menjadi bagian dari organisasi.
Sementara itu, karakteristik disposisional mencakup sifat-sifat kepribadian serta prinsip hidup yang dijunjung tinggi oleh anggota organisasi.
Di antara kedua karakteristik tersebut, aspek disposisional cenderung memiliki dampak lebih besar terhadap komitmen seseorang dalam berorganisasi.
Sebab, sifat dan nilai yang dianut menjadi landasan utama dalam menjalankan tanggung jawab. Ibaratnya, usia akan terus bertambah, tetapi kedewasaan adalah pilihan sadar.
Jika sebuah organisasi dipenuhi oleh individu-individu dengan nilai-nilai positif seperti kejujuran, kesetiaan, keinginan untuk terus belajar, etos kerja yang tinggi, kemampuan beradaptasi, dan kesopanan, maka besar kemungkinan komitmen kolektif dalam organisasi tersebut akan tumbuh kuat.
Sebaliknya, jika mayoritas anggota bersikap malas, tidak jujur, oportunis, enggan berkembang, kaku, dan tidak menghargai etika, maka komitmen dalam organisasi cenderung rendah karena lingkungan yang tercipta pun menjadi negatif.
2. Karakter Organisasi
Struktur dan nilai-nilai yang dimiliki organisasi turut menentukan tingkat komitmen anggotanya.
Faktor ini meliputi visi dan misi organisasi, tujuan jangka pendek dan panjang, sistem kerja, kebijakan internal, serta cara organisasi mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada seluruh anggotanya.
Keselarasan antara nilai-nilai pribadi anggota dan arah yang ditetapkan organisasi akan menciptakan komitmen yang lebih dalam dan berkelanjutan.
Ketika visi dan misi organisasi dijalankan dengan sungguh-sungguh, dan tujuan tidak hanya menjadi simbol, tapi benar-benar didukung dengan kebijakan yang bijaksana, maka anggota akan merasa semakin terikat dan termotivasi untuk terus berkontribusi.
3. Pengalaman Organisasi
Pengalaman organisasi dalam mengelola kegiatan dan kebijakannya juga memengaruhi tingkat komitmen anggotanya. Organisasi yang sudah berpengalaman biasanya lebih peka dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis.
Hal ini berdampak langsung pada meningkatnya kepuasan kerja dan semangat untuk tetap terlibat secara aktif.
Semakin tinggi tingkat kepuasan anggota terhadap cara organisasi dijalankan, maka semakin besar pula kemungkinan mereka untuk berkontribusi lebih dalam mendorong kemajuan organisasi.
Pengalaman yang matang juga menciptakan hubungan kerja yang lebih erat, mulai dari rekan satu tim hingga pimpinan organisasi.
Indikator Komitmen Organisasi
Untuk menilai sejauh mana komitmen seseorang terhadap organisasi, para ahli biasanya menggunakan alat ukur tertentu yang telah diuji secara ilmiah.
Alat ukur tersebut mengubah data kualitatif menjadi kuantitatif agar dapat ditelusuri nilainya secara objektif.
Namun begitu, secara umum terdapat indikator yang dapat digunakan secara kualitatif, yaitu sejauh mana anggota percaya pada nilai dan arah organisasi, seberapa besar tekad mereka untuk mendorong kemajuan organisasi, dan sejauh mana keinginan mereka untuk tetap menjadi bagian dari organisasi tersebut.
Cara Membangun Komitmen Organisasi
Setelah mempelajari pengertian, faktor-faktor, dimensi, serta indikator dalam komitmen organisasi, rasanya belum lengkap jika kita belum membahas bagaimana cara membangun komitmen tersebut.
Sejumlah langkah di bawah ini merupakan saran dari Gary Dessler, seorang pakar dalam bidang manajemen sumber daya manusia.
1. Jadikan Sesuatu yang Karismatik
Hal paling fundamental dalam organisasi adalah visi, misi, tujuan, serta nilai-nilai yang dipegang.
Jika kamu saat ini berada dalam posisi sebagai pemimpin organisasi, maka penting untuk menjadikan pedoman-pedoman dasar itu sebagai hal yang sakral, penuh wibawa, dan memiliki nilai tinggi.
Prinsip-prinsip dasar organisasi perlu dipandang dengan hormat oleh seluruh anggotanya.
2. Bangun Sebuah Tradisi
Nilai-nilai positif dalam organisasi perlu dijaga dan dibiasakan agar bisa menjadi warisan budaya yang akan terus hidup di generasi selanjutnya. Kebiasaan yang terbentuk ini akan menciptakan tradisi yang menginspirasi.
Tradisi positif dalam suatu organisasi akan mencetak individu dengan karakter yang kuat, dan pada akhirnya akan memberikan dampak baik bagi organisasi itu sendiri.
3. Miliki Prosedur Penanganan Keluhan yang Menyeluruh
Keluhan terkait pelayanan atau produk yang dihasilkan organisasi mungkin datang dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal.
Menyusun sistem penanganan keluhan yang komprehensif akan meningkatkan rasa memiliki terhadap organisasi, sebab organisasi memiliki acuan dan langkah penanganan yang jelas terhadap setiap masalah.
4. Bangun Rasa Kebersamaan
Menumbuhkan rasa memiliki dalam organisasi sangat penting untuk menciptakan komitmen kolektif.
Kamu bisa mencoba berbagai cara yang kreatif, efektif, efisien, bahkan kadang perlu sedikit keluar dari kebiasaan umum, demi menghadirkan kebersamaan, semangat kerja tim, rasa berbagi, dan rasa kepedulian.
Semua itu penting agar tugas yang dijalani tidak sekadar rutinitas belaka.
5. Ciptakan Keseragaman Nilai
Tidak bisa dipungkiri bahwa praktik diskriminasi bisa menghambat kemajuan organisasi. Membangun lingkungan yang setara namun tetap menghormati perbedaan adalah salah satu pendekatan penting untuk memperkuat komitmen anggota dalam tim.
Misalnya, setiap individu memiliki peluang yang sama dalam mendapatkan promosi jabatan, asalkan didasarkan pada kemampuan, dedikasi, hasil kerja, kedisiplinan, visi yang tajam, serta ketertarikan pribadi.
6. Dukung Perkembangan Karyawan
Anggota tim atau staf yang kamu pimpin pada dasarnya bukan hanya individu yang harus melaksanakan perintah. Mereka adalah manusia yang diamanahkan untuk kamu bimbing agar mampu memberi kontribusi maksimal bagi organisasi.
Dengan cara pandang tersebut, kamu akan lebih peka terhadap pertumbuhan mereka, baik sebagai karyawan maupun sebagai individu.
Semakin mereka diberi peluang untuk bertumbuh, semakin besar nilai yang mereka berikan bagi organisasi. Di saat yang sama, penghargaan mereka terhadap dirimu sebagai pemimpin juga akan meningkat.
Ketika hubungan ini terbangun, komitmen terhadap organisasi pun akan tumbuh dengan sendirinya.
7. Dokumentasikan Segalanya
Menghindari informasi yang hanya berdasarkan “katanya” adalah kunci membentuk etos kerja yang profesional.
Budaya kerja yang mengandalkan kabar burung akan mengurangi kemampuan tim dalam menganalisis, menyelidiki, mengembangkan, serta menjaga kedisiplinan.
Oleh karena itu, hal-hal penting seperti visi, misi, sejarah organisasi, nilai-nilai inti, kebijakan, data perhitungan, ramalan bisnis, dan strategi perlu dicatat secara tertulis. Dengan begitu, semua anggota bekerja berdasarkan informasi yang jelas, bukan asumsi.
8. Pilih Manajer yang Tepat
Banyak individu yang sejatinya tidak bekerja demi organisasinya, melainkan karena manajer yang mereka hormati. Kualitas kinerja anggota sangat dipengaruhi oleh kualitas kepemimpinan atasannya. Hal ini juga berlaku dalam pembentukan komitmen.
Pemimpin yang baik tidak hanya memimpin dengan kekuasaan. Ia menggunakan otoritasnya untuk melindungi anggota timnya.
Dalam menjalankan kepemimpinan, ia lebih mengandalkan kharismanya daripada hanya sekadar menunjukkan keterampilan atau otoritas. Manajer dengan tipe kepemimpinan seperti ini akan lebih disukai oleh tim.
Akibatnya, anggota merasa nyaman dan bersedia memberikan kontribusi terbaik bagi organisasi. Bila hal ini sudah tercapai, maka terciptanya komitmen di dalam organisasi hanya tinggal menunggu waktu.
9. Jadilah Teladan dalam Tindakan
Ucapan-ucapan yang indah dan slogan inspiratif tak akan berarti banyak jika tidak dibarengi dengan tindakan nyata. Sebagai pemimpin, menjadi contoh langsung dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab organisasi sangat penting.
Ketika anggota melihat bahwa pemimpinnya turun tangan langsung, mereka akan lebih terdorong untuk mengikuti langkah yang sama.
Sebagai penutup, komitmen organisasi adalah fondasi utama dalam mencapai tujuan bersama dan menjaga keberlanjutan kinerja secara konsisten.